Kamis, 01 September 2011

The Precious Gift of God


The Precious Gift of God

Matius 25:14-30

 14 "Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka.
15 Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat.
16 Segera pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu lalu beroleh laba lima talenta.
 17 Hamba yang menerima dua talenta itupun berbuat demikian juga dan berlaba dua talenta.

18 Tetapi hamba yang menerima satu talenta itu pergi dan menggali lobang di dalam tanah lalu menyembunyikan uang tuannya.

19 Lama sesudah itu pulanglah tuan hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka.
20 Hamba yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta.
21 Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
22 Lalu datanglah hamba yang menerima dua talenta itu, katanya: Tuan, dua talenta tuan percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba dua talenta.
23 Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.
24 Kini datanglah juga hamba yang menerima satu talenta itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam.
25 Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan!
26 Maka jawab tuannya itu: Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam?
27 Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.
28 Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu.
29 Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.
30 Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi."
 Apakah talenta itu? Kita telah sering mendengar istilah ini bukan? Ketika kita mendengar kata ini yang kita berpikir tentang bakat, kelebihan yang ada pada diri kita. Namun apakah artinya ‘talenta’ itu? Saya hendak membahas talenta sebagai anugerah yang telah diberikan Tuhan kepada kita.
            Talenta secara harafiah berarti ukuran timbangan sebesar 3000syikal [1]= kurang lebih 34 kilogram. Dalam tradisi bangsa Palestina, talenta ini adalah ukuran berat. Namun secara nilai, jumlah ini adalah jumlah yang sangat besar. Dalam Perjanjian Baru ukuran jumlah uang yang sangat besar nilainya, yaitu 6.000 dinar untuk satu talenta. Jika satu talenta adalah 6000 dinar, jumlah ini kira-kira sama dengan upah kerja yang dihasilkan seorang karyawan selama 20 tahun masa kerja. Mungkin kira-kira US $ 300,000. Kita dapat mengira berapa besar jumlahnya dalammata uang kita bukan? Apa yang saya bahas di bawah ini bukanlah mengenai besarnya jumlah uang, namun saya hendak membahas talenta sebagai   karunia atau dapat juga kita sebut ‘gift’.
Pada perikop di atas dikatakan ada seorang kaya yang hendak bepergian. Ia mempunyai  3 orang hamba yang masing-masing dibekali talenta yang jumlahnya berbeda-beda satu sama lain. Hamba A memperoleh lima talenta, hamba B memper-oleh dua talenta, sedangkan hamba B memperoleh satu talenta. Di dalam  alkitab dikatakan si Tuan memberikan talenta ini sesuai dengan kesanggupannya. Ini berarti sang Tuan mempunyai pertimbangan tersendiri dalam memberikan ‘jatah’ talenta kepada hamba-hambanya ini.
Pada saat sang Tuan kembali dari perjalanannya, ketiga hamba ini menemui dia dan masing-masing melaporkan apa yang telah didapatkan oleh mereka.
 Hamba A dan hamba B masing-masing telah mengembangkan apa yang telah diberikan tuannya. Hamba A berhasil mengusahakan uang itu sehingga ia memperoleh lima talenta lagi sebagai hasil usahanya. Hamba B yang memperoleh dua talenta  juga berhasil memperoleh dua talenta sebagai keuntungannya. Sang Tuan sangat senang akan apa yang dikerjakan kedua hambanya ini. Dia mengatakan bahwa kedua hambanya ini sangat setia. Setia dan bertanggungjawab dalam perkara yang telah dipercayakan oleh tuannya. Setia berarti mengerjakannya dengan sungguh-sungguh hati sampai menghasilkan sesuatu yang berkenan di mata tuannya. Jikalau kita hitung-hitung, sang Tuan telah memberikan 30.000 dinar ( 6000 x 5 talenta) pada hamba A dan 12.000 dinar pada hamba B ( 6000 x 2 talenta). Mereka telah mengembangkannya menjadi dua kali lipat dari modal yang telah diberikan tuannya itu. Bukankah ini hasil yang sangat luar biasa? Tak heran jika sang Tuan hendak memberikan perkara yang lebih besar lagi karena dia sungguh-sungguh yakin kedua hambanya ini dapat melakukan yang terbaik yang dibebankan kepada mereka. Ini adalah upah kerja yang terbaik yang diberikan Tuhan kepada manusia. Jika kita dapat menyelesaikan tugas yang telah diberikan dengan baik, upah yang paling berharga  adalah bahwa kita akan diberikan beban yang lebih besar lagi. Ini adalah  kepercayaan yang diberikan Tuhan kepada kita. Tanggung jawab yang Ia berikan tidak akan melebihi kemampuan kita manusia.
Bagaimana dengan hamba C? Apa yang ia lakukan atas uang yang telah diberikan itu? Ia malahan menggali lubang dan memasukkan uang itu ke dalamnya.  Hamba C ini adalah hamba yang jahat dan malas (di dalam bahasa aslinya dikatakan ‘poneros’ yang berarti jahat). Malas berarti lawan dari yang baik dan setia. Malas karena ia tidak melakukan apapun atas apa yang telah diberikan kepadanya bahkan menguburkannya di dalam tanah.  Tuan itu marah luar biasa dan  mengambil apa yang telah diberikan kepadanya dan diberikannya kepada hamba A yang memiliki 10 talenta .
Jika kita melihat perikop di atas dan mengerti apa itu talenta. Sungguh ini merupakan anugerah besar yang Tuhan berikan di dalam hidup kita. Mengapa demikian? Jika kita melihat secara nilai, 1 talenta saja nilainya 6.000 dinar. Ini merupakan nilai yang sangat besar bukan? Arti talenta dalam perikop ini bukanlah nilai uang namunkemampuan yang diberikan oleh Tuhan bagi manusia  untuk melakukan sesuatu atau mempelajari sesuatu. Tentu saja talenta yang kita miliki besar nilainya karena Ia bahkan memberikannya secara cuma-cuma bagi kita.  Bukankah ini anugerah istimewa? Bukankah juga hak istimewa karena kita dapat memiliki apa yang menjadi anugerah Tuhan bagi kita? Waktu saya memikirkan hal ini, saya mengingat betapa baiknya Tuhan bagi saya dan tentu saja bagi kita semua, anak-anakNya. Sebelum saya mengerti hal ini, saya tidak merasa dan tidak mengerti bahwa talenta yang saya miliki sesungguhnya sangat berharga bagi saya. Dulu, saya adalah orang yang sangat pesimistik. Herannya, saya tidak pernah mengerti bahwa saya adalah orang yang demikian. Saya baru sadar pada saat  beberapa teman-teman saya berkomentar bahwa saya adalah orang ‘yang selalu pesimis’dan orag yang tidak mau melihat pada kemampuan yang saya miliki! Salah seorang bos saya pernah berkata bahwa saya adalah orang yang mudah menyerah. Saya pribadi (pernah) selalu merasa diri saya sia-sia, bodoh, tidak dapat melakukan yang baik, tidak dapat melakukan ini dan itu, tidak berguna, dst. Pada saat mereka berkomentar demikian, saya hanya beranggapan bahwa mereka orang yang idealis, yang tidak mengerti realita yag terdapat dalam diri orang lain. Saya merasa mereka  tidak mengerti realita yang ada pada diri saya. Saya tidak mengerti bagaimana bersyukur, dan bagaimana menerima diri apa adanya. Tidak mengerti bagaimana melihat hal-hal yang baik yang telah diberikan Tuhan bagi saya. Ironisnya lagi, dalam hal ini justru teman-teman yang lebih mengerti saya daripada diri saya sendiri. Namun pada akhirnya saya sadar bahwa saya  tidak boleh terpuruk dan terus bersandar pada karakter diri yang kurang baik ini. Saya berpikir bahwa apa yang saya miliki dan apa yang mampu saya kerjakan adalah bukan hasil usaha saya. Suara yang baik, kemampuan untuk belajar, kemampuan bekerja, kemampuan berbahasa yang baik sepenuhnya bukan milik saya. Siapakah yang telah memberikan ‘modal’ suara bagi saya? Siapakah yang telah memberikan saya mulut dan seluruh organ di dalamnya sehingga saya dapat mengucapkan kata-kata dengan jelas dan sempurna?  Siapakah yang telah memberikan saya otak dengan 65 juta selnya bagi saya? Siapakah yang telah memberikan guru- guru yang baik bagi saya? Saya bersyukur setelah saya berada di seminari saya mempunyai talenta (yang mungkin baru saya sadari) yaitu menulis. Hidup dan segala kelimpahannya adalah anugerah. Saya percaya tidak ada satu halpun yang merupakan  suatu kebetulan dalam hidup kita manusia. Semua ada di dalam rencana dan kedaulatan Allah semata. Seorang profesor piano mengatakan; sepintar-pintarnya manusia, bahkan  seorang jenius sekalipun, jumlah seluruh sel otak  yang dipergunakan maksimal hanya 7%-10% saja, sedangkan manusia yang mempunyai kemampua rata-rata menggunaka tidak lebih dari 1-2% jumlah sel otak yang ada. Bayangkan betapa berlimpahnya apa yang Tuhan berikan bagi hidup kita. Saya sangat mengagumi Johann Sebastian Bach, komposer dan pemain serba bisa yang terkenal pada zaman Barok. Ia mempunyai kehidupan rohani yang sangat  baik. Ia mempergunakan talenta bermain musik sepenuhnya hanya untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Selama ia melayani Tuhan dalam musik gereja, ia menulis paling tidak satu kantata untuk dimainkan pada kebaktian setiap hari Minggu di gereja di mana ia melayani. Sepanjang hidupnya ia telah menulis kira-kira 400 karya kantata, itu belum termasuk concerto, karya-karya musik seperti fuga dan suita untuk piano dan keyboard dan bahkan oratorio. Bagi saya memainkan lagu-lagu JS. Bach mempunyai spirit tersendiri[2]. Semua karya-karyanya Bach sangat enak didengar, menunjukkan universalitas yang tinggi, mempunyai variasi-variasi dan tingkat kesulitan  yang berbeda-beda dalam setiap karyanya. Bach terkenal sangat mahir dan sangat teliti dalam harmoni musik sehingga tidak mengherankan jika Bach dianggap sebagai ikon puncak peradaban musik Barok yang meninggalkan konsep-konsep hukum musik dan hukum harmoni suara (kontrapung/counterpoint) yang menjadi landasan musik modern hingga hari ini[3]. Saya yakin Bach sangat mengerti besarnya talenta yang telah Tuhan anugerahkan baginya. Bach telah mempergunakan dan mengembangkan segenap kemampuan yang Tuhan anugerahkan kepadanya dengan sangat baik. Bukan saja berlimpah bagi dirinya, tetapi juga menjadi berkat bagi berbagai bangsa di dunia, khususnya mereka yang berkecimpung dalam bidang musik.  Siapakah kita sampai Tuhan mau mengaruniakan talenta bagi kita anak-anak-Nya? Inilah arti talenta yang Tuhan sampaikan dalam perikop ini. Semua yang kita kerjakan dalam hidup kita untuk memuliakan Dia adalah talenta.  Kita semua dianugerahkan  talenta agar kita dapat  memuliakan Dia di dalam seluruh hidup kita. Seberapa pun uang yang kita miliki dan sekeras apapun usaha yang kita lakukan  tentu saja kita tidak dapat memperoleh semuanya ini, bukan? Dalam satu perjalanan pulang, saya pernah bertemu dan berbincang-bincang dengan seorang supir Patas AC. Dia adalah seorang jemaat Katolik Paroki Keluarga Kudus,Pasar Minggu yang sudah 5 tahun tidak pernah datang ke gereja. Saya bertanya apa alasan dia tidak pergi ke gereja. Salah satu hal,dia mengungkapkan bahwa dia kecewa kepada gereja. Ia kecewa karena ia tidak mampu berbahasa roh, karena ia pikir itulah karunia yang terbesar yang ingin dia miliki. Dia telah sebisa mungkin untuk berusaha mengejar karunia itu. Lalu saya bertanya, bagaimana dengan kemampuan dia menyetir mobil, bukankah itu juga karunia yang diberikan Tuhan kepadanya. Lalu dia menjawab, bahwa itu adalah pilihan terakhir. Kemudian saya berkata bahwa menyetir mobil pun membutuhkan keterampilan tersendiri. Bagaimana kalau Tuhan tidak memberikan kemampuan itu kepada dia? Saya berkata kepadanya bahwa tidak semua orang bisa menyetir karena menyetir butuh konsentrasi yang tinggi dan tidak semua orang tahan menyetir dalam perjalanan Depok-Kota berkali-kali dalam sehari plus bertahan dalam kemacetan yang tidak dapat dihindari. Bukankah ini juga karunia karena tidak semua orang dapat melakukannya? Berapa orang yang bergantung kepada dia untuk melakukan perjalanan Depok-Kota setiap harinya? Sesaat dia terdiam mendengar apa yang saya katakan. Mungkin saja berbahasa lidah adalah karunia. Namun yang saya ingin tekankan karunia adalah pemberian Tuhan, bukan hasil usaha manusia. Karunia yang diberikan Tuhan bukan saja menjadi berkat bagi kita tapi juga harus berguna bagi sesama manusia.  Hanya Tuhan yang berhak dan berdaulat memberikannya bagi kita manusia  Dari hal-hal ini saya berpikir bahwa dahulu bertahun-tahun saya membodohi diri saya sendiri. Mengkungkung diri saya dengan hal-hal yang seharusnya tidak saya pikirkan dengan cara sedemikian. Bertahun-tahun tidak dapat melihat kelimpahan yang Tuhan berikan dalam hidup saya.  Bukankah saya sendiri adalah hamba C yang dibahas dalam perikop ini? Saya jahat karena saya menguburkan apa yang Tuhan telah berikan di dalam kepesimisan diri dan hidup saya. Saya pernah begitu lama bermain-main dengan waktu dan anugerah yang telah Tuhan berikan pada saya. Saya secara tidak sadar  telah menjadi musuh bagi diri saya sendiri.  Mengerikan bukan?
Saya bersyukur boleh mengerti bagaimana Tuhan sungguh mengasihi saya dan tentu saja setiap anak-anakNya. Diberikan-Nya anugerah yang terindah sebagai wujud kasih-Nya di dalam hidup kita. Saya bersyukur untuk boleh memuliakan Tuhan di setiap waktu dalam seluruh hidup saya. Diberikan-Nya hal-hal yang terbaik bagi saya.  Terbaik menurut standard Allah bukan menurut ukuran manusia. Bukankah ini sangat indah? Bukankah talenta adalah karunia dan hak istimewa karena kita boleh mendapatkan dan menikmati anugerah Tuhan ini? Istimewa bagi  setiap orang, karena setiap kita memperoleh talenta yang berbeda-beda. Mausia memang lemah dan terbatas, namun di dalam keterbatasan, Tuhan memberikan kelimpahan yang luar biasa agar manusia bisa bertumbuh, berkembang dengan segala hal yang dimilikinya. Tuhan menciptakan manusia yang unik dan berbeda satu dengan yang lainnya sehingga di dalam anugerahNya,  Tuhan telah memberikan talenta yang istimewa bagi kita. Tentu saja Ia menuntut pertanggungjawaban manusia secara pribadi di hadapan Dia. Seperti Tuan yang kembali dari perjalanannya, suatu saat kita bertemu muka dengan muka dengan Tuhan, Ia akan menuntut apa yang telah kita kerjakan  atas anugerah yang Tuhan telah berikan bagi kita.  Berapa besar talenta yang Tuhan telah berikan bagi kita? Sudahkah kita mempergunakannya dan mengembangkannya dengan baik?  Berapa banyak waktu telah kita pakai untuk mengembangkan apa yang Tuhan berikan bagi kita?  Sudahkah kita setia? Berapa banyak waktu yang telah kita pakai untuk membuang-buang anugerah yang Tuhan sudah berikan bagi kita? Berapa banyak waktu yang telah kita pakai untuk memuliakan nama-Nya dengan apa yang telah Dia anugerahkan bagi kita? Pada saat kita menghadap Dia muka dengan muka,   sudahkah kita siap menjawab Tuhan, berani mempertanggungjawabkan segala sesuatu yanh telah diberikan bagi kita di hadapan Dia? Hamba yang seperti apakah kita? Tuhan menantikan jawaban dan tindakan nyata kita: saudara dan saya……


God bless us all J
Retha
Sunter, Rabu 12 Mei 2004


Tidak ada komentar:

Posting Komentar